Rabu, 08 Desember 2010

MGMP BERMUTU PANGKEP

MGMP BERMUTU MATEMATIKA WIL II PANGKEP

Pertemuan ke...
pelaksaana tindakan 
pada pelaksanaan tindakan di adakan di SMP Neg 2 pangkep
dengan guru model adalah HEKMAWATI, S.Pd

Mata Pelajaran/Topik :
Nilai satuan, Nilai keseluruhan
Kelas/Sekolah           :
VII E/SMPN I Pangkajene
Nama Pengajar          :
HEKMAWATI, S.Pd




TAHAP
FOKUS PENGAMATAN
HASIL OBSERVASI
KEGIATAN AWAL
Apersepsi dan motivasi
1.  Apa yang dilakukan guru untuk menggali pengetahuan awal atau memotivasi siswa?
Guru menggali pengetahuan siswa dari kebiasaan siswa berbelanja, menentukan pengetahuan prasarat 1 losin= 12 biji,1 gros = 144 biji, 1 kodi = 20 biji.
2   Bagaimana respons siswa? Apakah siswa bertanya tentang sesuatu masalah terkait dengan apa yang disajikan guru pada kegiatan awal?
Rispon siswa sangat positif siswa menjawab pertanyaan dari guru.
KEGIATAN INTI
Materi Ajar:
3. Apakah guru memberikan penjelasan umum tentang materi ajar atau prosedur kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa?
Guru memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan belajar siswa.
Guru membantu siswa baik individu maupun kelompok.
Pada saat kerja kelompok di temukan siswa no: 28,9,23 paling aktif no 12 kurang aktif hanya menunggu jawaban teman.
4. Bagaimana keterkaitan antara pembelajaran dengan realita kehidupan, lingkungan dan pengetahuan lainnya?
Guru memberikan contoh dalam kehidupan siswa dalam berbelanja di sekolah dikaitkan dengn nilai satuan dan nilai keseluruhan.



TAHAP
FOKUS PENGAMATAN
HASIL OBSERVASI
Pengelolaan sumber relajar, media atau peralatan:
5. Apakah guru terampil dalam memanfaatkan dan mampu memanipulasi media pembelajaran
sumber belajar siswa belum banyak di manfaatkan  misalnya buku paket dibiarkan tertutup di atas meja.
6. Bagaimana interaksi siswa dengan  sumber belajar/media?
siswa berfokus pada lks dari guru belum memanfaatkan buku sumber.
Strategi pembelajaran
7. Apakah proses pembelajaran dilaksanakan dengan strategi yang direncanakan secara lancar?
Strategi pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana yang tertuang dalam rpp
8. Apakah siswa dapat mengikuti alur kegiatan belajar?
Siswa secara aktif, kreatif mengikuti alur kegiatan belajar dari guru.
9. Bagaimana cara guru memberikan arahan yang mendorong siswa untuk bertanya, berpikir dan beraktivitas?
Guru sering berkomunikasi antar siswa tentang kesulitan belajar siswa, tentang hasil belajar.
10.Apakah siswa aktif melakukan kegiatan fisik dan mental (berpikir)? Berapa banyak siswa yang aktif belajar?
Siswa berintraksi sangant baik, hampir siswa berintraksi antar anggota kelompok.
KEGIATAN PENUTUP
Penguatan/ Konsulidasi
11.Bagaimana cara guru memberikan penguatan, dengan mereviu, merangkum atau menyimpulkan?
Guru menyuruh perwakilan kelompok untuk membacakan hasil diskusi kelompok dan kelompok lain menanggapi. Guru memberikan penguatan memberikan jawaban yang benar. Guru membuat kesimpulan dengan menuliskannya di papan tulis.
12.Apakah guru memberi tugas rumah untuk remidi atau penguatan?
Guru memberikan pr sebagai pengutan.

TAHAP
ASPEK PENGAMATAN
HASIL OBSERVASI
Evaluasi
13.Bagaimana cara guru melakukan evaluasi pembelajaran?
Guru memberikan soal evaluasi per individu
14.Bagaimana ketuntasan belajar siswa?
Ketuntasan belajar belum bisa digambarkan karena berapa hasil evaluasi individu belum di komunikasikan
KOMENTAR OBSERVER
Keterlaksanaan skenario pembelajaran (berdasarkan RPP): sintag-sintag atau tahapan scenario telah dilalui tahapdemi tahap secara sistematis.
Pelajaran berharga yang dapat dipetik oleh observer: siswa beraktifitas dengan baik, tertib dan efiktif.
Lain-lain: siswa yang mempunyai kemampuan lebih belum di optimalkan, contohnya siswa dilarang untuk menjawab soal selanjutnya

Pangkajene, 02 Desember 2010 ,
                                                                   Observer,

                                                                   (Drs  SUDARTO)
                                                                  



Minggu, 05 Desember 2010

pendidikan karakter


Urgensi Pendidikan Karakter

Prof . Suyanto Ph.D
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
sumber : Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional

Contoh ilustrasi  langkah-langkah penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran dapat dilihat di SINI



Rabu, 17 November 2010

PAKEM ADA DI MINASATENE

Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif

dan Menyenangkan ( PAKEM)

PAKEM HADIR DI SMP NEGERI 1 MINASATENE PANGKEP

Gagi profesi guru sudah tahu tentang apa itu PAKEM.

Kami bagian dari Guru ingin memcoba menerapakan

metode pembelajaran ini pada siswa kami yaitu

SMPN I MINASATENE PANGKEP. Atas petunjuk Kepala Sekolah

Yang beberapa waktu yang lalu berkunjung di sekolah yang

telah meggagas metode pembelajaran ini. Inti PAKEM

adalah bukan hanya bentuk tempat duduk tetapi kegiatan

yang dikerjakan anak harus menantang siswa untuk

mengembangkan berbagai kompetensi seperti berpikir kreatif,

mengungkapkan pikiran, dan memecahkan masalah secara mandiri.

Didalam kelompok memudahkan interaksi antar siswa.

Mereka dapat mendikusikan masalah dan membandingkan

hasil kerjanya. Hal ini penting untuk megembangkan berbagai keterampilan.


Text Box:

  • Anak-anak saling tukar-menukar ide tentang
  • sesuatu masalah atau isi cerita yang akan ditulis;
  • Anak memecahkan suatu masalah bersama-sama;
  • Anak melakukan praktik yang tidak bisa dilakukan
  • perorangan, perlu ada diskusi, atau karena jumlah alat bantu terbatas

Sabtu, 13 November 2010

mgmp bermutu baca kristis

LAPORAN MEMBACA KRITIS

A. JUDUL : MODEL PGRB2 (PEMBELAJARAN GOTONG ROYONG BERFIKIR BERPASANGAN)

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 2 BANYUPUTIH SITUBONDO

B. SUMBER: Jurnal Ilmiah: LAKPESDAM, Vol. 2, No. 1,

C. TAHUN TERBIT: Maret 2007

D. PENULIS : ) Drs. Muqosim, M.Pd

E. SISTEMATIKA TULISAN

JUDUL

ABSTRAK

PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

F. INTI INFORMASI SETIAP KOMPONEN

ABSTRAK

Sipunulis mengemukakan : proses pembelajaran disekolah selama ini tidak memberikan peluang kepada peserta didik mengembangkan kreatifitas dan kemampuan berpiker kritis. Peserta didik menjadi obyek bukan subyek. penulis merasakan bahwa kondisi pembelajaran seperti yang telah diungkapkan di depan benar-benar terjadi sehingga motivasi dan prestasi belajar masih sangat rendah Upaya yang penulis lakukan untuk mengatasi fenomena tersebut, melalui implementasi Model Pembelajaran Gotong Royong Berfikir Berpasangan (PGRB2). Pembelajaran Gotong Royong Berfikir Berpasangan merupakan model pembelajaran, dimana kelas dikelola menjadi kelompok-kelopok kecil dan masing-masing kelompok kecil siswa diminta berpasangan untuk membahas topik yang diajarkan dengan bantuan LDS (Lembar Diskusi Siswa). Dari angket diperoleh bahwa aktifitas belajar siswa tinggi, yang tidak mencatat hasil diskusi kelompok (25 %) dan ada yang merasa minder (39 %) pada siklus pertama dan ditiadakan pada siklus kedua. Prestasi yang dicapai rata-rata kelas baik (83), masih ada 2 (dua) siswa yang belum tuntas dengan KKM 65, jumlah nilai sumbangan anak berprestasi tersebut rata-rata 150, sedangakan jumlah nilai yang diterima siswa dibawah rata-rata kelas sebesar 149. Prestasi yang dicapai rata-rata kelas baik meningkat (85), semua siswa tuntas dengan KKM 65, jumlah nilai sumbangan anak berprestasi tersebut rata-rata menurun 150 ke 97, sedangkan jumlah nilai yang diterima siswa dibawah rata-rata kelas juga menurun 149 ke 89 berarti kesenjangan prestasi siswa kelompok cepat dan kelompok lambat tidak terlalu jauh, sehingga prinsip gotong rayong sangat baik dalam mencapai tujuan pembelajran.

PENDAHULUAN

Dalam hal ini peneliti mengemukakan: arah pendidikan Nasional hasilnya masih belum memuaskan, ini disebap kan antara lain pola pikir kita tentang pendidikan masih jauh tertinggal dengan kecepatan perkembangan zaman yang menuntut perubahan peradaban. Perubahan ini mengilhami perkembangan proses pembelajaran yang harus diterapkan dalam setiap jenjang pendidikan. Selama ini masih banyak yang menganggap bahwa siswa sebagi obyek pendidikan, Guru menganggap dirinya seorang paling super dan gudang ilmu yang perlu menuangkan ilmunya bergitu saja. Sedangkan siswa juga masih banyak yang mengingingkan disuapi instan oleh sang guru sehingga ia datang ke sekolah kosong dengan apa yang harus ia pelajari, karena menganggap guru adalah satu satunya sumber belajar. Interaksi pembelajaran terjadi searah, jawaban siswa seragam terbelenggu, merasa takut bila jawaban tidak sama, ide atau gagasan baru tidak berkembang, takut untuk bertanya kawatir pertanyaan tidak mengena, belum lagi siswa merasa sulit untuk menyusun rangkaian kata-kata dalam menjawab dan bertanya dengan kalimat yang bagus, seringkali siswa tidak menghagai pendapat, ide temanya. Sehingga suasana kelas benar-benar tenang tertib, sunyi, pasif, dan inovasi, kreatifitas jadi buntu. Sutikno (2006:51) mengatakan bahwa Realita proses pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah selama ini sama sekali tidak memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Peserta didik masih saja menjadi obyek. Mereka diposisikan sebagai orang yang tertindas, orang yang tidak tahu apa-apa, orang yang harus dikasihani, oleh karena itu harus dijejali dan disuapi. lebih lanjut Sutikno menyampaikan bahwa: Model pendidikan dan pembelajaran yang didominasi dengan kegiatan ceramah, yang menempatkan guru sebagai figur sentral dalam proses pembelajaran di kelas karena banyak berbicara, sementara siswa hanya duduk manis menjadi pendengar yang pasif dan mencatat apa yang diperintahkan guru harus segera ditinggalkan. Paling tidak dikurangi. Sebaliknya, model pembelajaran yang memberi peluang yang lebih luas kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam mengkontruksi pengetahuan dan pemahamanya dalam proses “pemanusianya” mutlak ditumbuh kembangkan. (M. Sobry Sutikno, 2006:51). Berdasarkan masalah yang diuraikan pada latar belakang, masalah dapat penulis rumuskan sebagai berikut. Bagaimana model pembelajaran Gotong Royong Berfikir Berpasangan (GRB2) dapat meningkatkan aktifitas dan hasil pembelajaran biologi? Hipotesis penelitian tindakan kelas ini dirumuskan Model pembelajaran Gotong Royong Berfikir Berpasangan (GRB2) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran serta meningkatkan hasil belajar biologi di SMP Negeri 2 Banyuputih. Manfaat bagi siswa; a) memberikan sajian pembelajaran yang menarik, b) melatih anak untuk hidup bergotong royong dalam mencapai tujuan, c) melatih anak agar mampu berkomunikasi lesan atau tulisan dan menghargai pendapat orang lain, d) meningkatkan hasil/prestasi belajar. Manfaat bagi guru; a) sebagi alternatif model pembelajaran yang mampu meningkatkan efektifitas pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar, dan b) mengatasi problem pembelajaran yang selama ini dikeluhkan terutama terhadap rendahnya prestasi belajar siswa. Manfaat bagi sekolah; a) memberi masukan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, b) sebagai wahana untuk menyusun rencana pengembangan sekolah terutama dalam pembaharuan proses pembelajaran Manfaat bagi pemerhati pendidikan; a) sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan arah kebijakan dalam hal pembaharuan proses pembelajaran, b) sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan pemenuhan sarana prasarana pendidikan.

METODE PENELITIAN

menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu refleksi awal, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan rancangan ulang.

Rancangan Siklus I

a. Refleksi awal

Pada tahap ini penulis mengidentifikasi permasalahan dan menganalisis masalah pembelajaran Biologi yang terjadi di SMP Negeri 2 Banyuputih di kelas 8 semester genap tahun pelajaran 2006/2007.

b. Merumuskan Permasalahan secara Operasional

Pada tahap ini penulis merumuskan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran di kelas terutama yang menyangkut metode pembelajaran yang digunakan di dalam kelas dan reaksi siswa terhadap materi.

c. Merumuskan Hipotesis Tindakan

merumuskan hepotesis tindakan sebagai berikut model pembelajaran Gotong Royong Berfikir Berpasangan (GRB2) dapat meningkatkan aktifitas dan hasil pembelajaran biologi di SMP Negeri 2 Banyuputih.

d. Menyusun Rancangan Tindakan

Rancangan tindakan sebagai berikut;

1) menentukan kompetensi dasar yang akan diajarkan

2) membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran

3) menyusun LDS (Lembar Diskusi Siswa)

4) menyusun pengelolaan kelas

5) menyusun alat pengumpul data berupa; a) lembar pengamatan, b) catatan lapangan tentang pelaksanaan proses pembelajaran dan c) instrumen penilaianan

6) menyusun rencana pengolahan data

e. Pelaksanaan Tindakan

1) pendahuluan

2) Kegiatan Inti

3) Kegiatan Penutup

f. Pengamatan

Analisia dokumentsi dilakukan dengan menilai hasil diskusi masing-masing kelompok dan evaluasi (tes) hasil belajar secara individul dan kelompok. Hasil individual dikonfirmasikan dengan hasil kelompok untuk mengetahui berapa besar sumbangan individu terhadap kelompok.

g. Refleksi

Analisis data dan refleksi dilakukan penulis dengan teman sejawat. Hasil refleksi dicatat dan menghasilkan rekomendasi untuk rancangan tindakan pada siklus kedua sebagai rancangan tindakan lanjutan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengamatan dan catatan lapangan digunakan untuk menilai proses pembelajaran.

a. Teknik koesioner digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran.

b. Studi dokumentasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara diskriptik kualitatif berdasarkan hasil observasi terhadap efektifitas pembelajaran dan hasil belajar, dengan langkah sebagai berikut.

a. Melakukan reduksi, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang telah dikumpulkan.

b. Melakukan intepretasi, yaitu menafsirkan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan.

c. Melakukan inferensi, yaitu menyimpulkan apakah dalam pebelajaran ini terjadi peningkatan kualitas belajar atau tidak.

d. Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk siklus berikutnya.

e. Pengambilan kesimpulan, berdasarkan analisis hasil-hasil obsevasi, yang dituangkan dalam bentuk pernyataan.

Indikotor pembelajaran aktif, adalah mudah memahami, termotivasi, aktif melaksanakan, kerjasama, senang, mau berpendapat dan betanya dengan rentangan : Rendah 0 % – 40 %, Sedang 41 % -70 %, dan tinggi 71 % – 100 %. Sedangkan rentangan prestasi sebagai berikut dikatakan rendah bila nilai yang dicapai di bawah KKM (65) 0 – 64, sedang 65 – 75, tinggi 76 – 100.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan angket diperoleh bahwa aktifitas belajar siswa tinggi, namun masih ada yang tidak mencatat hasil diskusi kelompok (25 %) dan ada yang merasa minder (39 %), Hasil Prestasi Belajar Biologi Siklus Satu Prestasi yang dicapai rata-rata kelas baik (83), masih ada 2 (dua) siswa yang belum tuntas dengan KKM 65, jumlah nilai sumbangan anak berprestasi tersebut rata-rata 150, sedangakan jumlah nilai yang diterima siswa dibawah rata-rata kelas sebesar 149. Hasil Prestasi Belajar Biologi Siklus Dua Prestasi yang dicapai rata-rata kelas baik meningkat (85), semua siswa tuntas dengan KKM 65, jumlah nilai sumbangan anak berprestasi tersebut rata-rata menurun 150 ke 97, sedangkan jumlah nilai yang diterima siswa dibawah rata-rata kelas juga menurun 149 ke 89 berarti kesenjangan prestasi siswa kelompok cepat dan kelompok lambat tidak terlalu jauh, sehingga prinsip gotong rayong sangat baik dalam mencapai tujuan pembelajaran dari pada prinsip persaingan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Model PGRB2 dapat meningkatkan kualitas hasil belajar dan mengurangi kesenjangan hasil belajar kelompok siswa yang lambat belajar dengan siswa yang cepat belajar dan tidak memperlambat kecepatan belajar pada siswa kelompok cepat.

Saran

Model PGRB2 dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran dalam rangka untuk meningkatkan kualias pembelajaran baik dari segi keaktifan, sosial, vokasional dan prestasi. Untuk itu disarankan dicobakan pada berbagai pembelajaran dan dikembangkan, namun perlu diperhatikan pengawasan dan pembimbingan agar anak yang lambat belajar tidak minder, yang cepat belajar dengan senang hati membagi pengalaman.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka sudah cukup dalam arti dapat di jadikan sebagai bagan rujukan dalam penelitian ini.